Kediri, sergaponline.online – Lebih dari 8.000 warga di Kota Kediri diketahui menjalani pernikahan yang belum tercatat secara resmi oleh negara. Kondisi ini disebabkan dua faktor utama, yakni sudah menikah sah namun belum menyerahkan buku nikah ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), atau masih menjalani pernikahan secara siri.
Sebagai langkah solutif, Pemerintah Kota Kediri secara resmi meluncurkan program Kolaborasi Pelayanan Terpadu Pengurangan Status Perkawinan Tidak Tercatat Negara (KOPER PENGANTIN) pada Jumat (25/7/2025). Tujuan utama dari program ini adalah untuk melindungi status hukum anak dan menghindarkan mereka dari persoalan administratif di masa mendatang.
“Hari ini kami memperkenalkan inovasi KOPER PENGANTIN untuk membantu warga yang pernikahannya belum tercatat negara. Ini penting untuk menjaga garis keturunan anak agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Sekaligus sebagai bagian dari perayaan Hari Jadi Kota Kediri ke-1.146,” kata Wakil Wali Kota Kediri, Qowimuddin, usai membuka acara secara resmi dan menyerahkan secara simbolik hasil putusan isbat nikah dari Pengadilan Agama, buku nikah, serta kartu keluarga.
Menurut Gus Qowim, akta atau buku nikah memiliki fungsi vital sebagai bukti sah perkawinan, baik dalam hukum agama maupun hukum negara. Ia menekankan bahwa pernikahan merupakan pintu awal dari banyak peristiwa hukum lain seperti kelahiran, perceraian, rujuk, hingga pewarisan. Ketika perkawinan tidak tercatat, maka segala hak suami, istri, dan anak menjadi tidak terlindungi secara hukum.
“Sampai 31 Desember 2024, berdasarkan data dari Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), ada 8.978 warga Kota Kediri yang tercatat memiliki status kawin namun belum diakui secara hukum negara. Namun berkat sosialisasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat, angka ini menurun menjadi 8.418 per 21 Juli 2025,” ungkapnya.
Ia menambahkan, status kawin yang tidak tercatat dapat menimbulkan berbagai dampak sosial yang serius, terutama bagi anak-anak. Bahkan, situasi ini dianalogikan seperti menyimpan ‘bom waktu’ yang bisa meledak kapan saja karena anak-anak akan kesulitan mendapatkan perlindungan hukum.
Lima kondisi terkait akta kelahiran yang sering ditemukan antara lain:
Anak tanpa akta kelahiran,
Akta lahir tanpa nama ayah dan ibu,
Akta lahir hanya memuat nama ibu,
Akta lahir memuat nama yang bukan orang tua kandung,
Akta lahir dengan identitas ayah dan ibu kandung (yang seharusnya menjadi standar ideal).
Berdasarkan situasi tersebut, diperlukan keterlibatan terpadu dari berbagai pihak, salah satunya melalui program KOPER PENGANTIN. Harapannya, angka perkawinan yang belum tercatat negara dapat ditekan, serta cakupan kepemilikan dokumen resmi seperti buku nikah dapat meningkat, sehingga seluruh pernikahan di Kota Kediri sah di mata hukum agama dan negara. Perlindungan bagi perempuan dan anak pun bisa lebih maksimal.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan ini. Semoga inovasi ini dapat meningkatkan validitas data kependudukan yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan, serta memberi dampak positif terhadap pembangunan Kota Kediri,” tutup Gus Qowim.
Sementara itu, Kepala Dispendukcapil Kota Kediri, Marsudi Nugroho, menambahkan bahwa program ini terlaksana berkat sinergi antara Pengadilan Agama, Kantor Kementerian Agama, Pengadilan Negeri, dan instansi lainnya.
“Prosesnya dimulai dari pendaftaran dan pengumpulan berkas, dilanjutkan koordinasi awal. Setelah itu, dokumen diserahkan ke Pengadilan Agama untuk menentukan sidang isbat. Jika disetujui, pasangan akan dinikahkan di KUA, dan selanjutnya Dispendukcapil menerbitkan KK serta KTP. Jika pasangan sudah memiliki anak, maka proses berikutnya adalah pengesahan anak agar akta lahirnya memuat identitas ayah dan ibu kandung,” jelas Marsudi.
Ia juga menjelaskan bahwa program ini belum bisa dijalankan pada tahun 2024 karena terbentur regulasi. Saat ini, Dispendukcapil telah mengajukan 9 pasangan untuk mengikuti program. Namun, 1 pasangan belum dapat dilanjutkan karena kendala aturan yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
“Ke depan, masyarakat Kota Kediri harus MAPAN (Menuju Administrasi Pernikahan Aman dan Nyata). Sidang isbat dilakukan oleh Pengadilan Agama, akad nikah oleh KUA, dan pencatatan sebagai peristiwa kependudukan oleh Pengadilan Negeri. Maka dari itu, semua elemen perlu bekerja sama,” pungkasnya.(RED.AL)
Posting Komentar