Menonton Film Bisa Jadi Terapi? Ini Penjelasan Psikologinya

 

Kediri,    sergaponline.online    – Pernah merasa lebih lega setelah menonton film sedih dan menangis tersedu? Atau merasa rileks setelah tegang mengikuti film horor? Jika ya, kamu bukan sendirian.

Ternyata, pengalaman emosional saat menonton film bukanlah hal sepele. Dalam dunia psikologi, ini disebut sebagai katarsis—yakni pelepasan emosi yang terpendam melalui media simbolik seperti film. Dan, ya, film bisa menjadi sarana terapi jiwa yang efektif.

Film: Lebih dari Sekadar Hiburan

Menurut Journal of Media Psychology, genre drama dan tragedi punya efek terapeutik karena memberikan pengalaman emosional tak langsung atau vicarious catharsis. Saat penonton tersentuh cerita, mereka memproyeksikan perasaan pribadinya pada karakter, lalu merasakan pelepasan emosi secara aman.

Psikolog dari University of Leeds, Dr. Geoffrey Beattie, mengatakan bahwa film sedih memberi "izin sosial" untuk menangis. Hal ini sangat penting, terutama dalam budaya yang masih menstigma ekspresi emosi, terutama pada laki-laki.

“Film menjadi ruang aman bagi siapa saja yang sulit mengekspresikan kesedihannya di dunia nyata,” tulis Dr. Beattie.

Cinema Therapy, Terapi Lewat Layar

Istilah Cinema Therapy kini semakin populer dan bahkan digunakan dalam sesi psikoterapi. Terapis merekomendasikan film sesuai isu yang sedang dihadapi klien. Misalnya, film Beaches atau Steel Magnolias untuk seseorang yang sedang berduka.

Menurut Gary Solomon, Ph.D., penulis Reel Therapy, film dapat membantu penonton memahami dirinya, mengakses kekuatan internal, bahkan memulai proses pemulihan emosional.

Bukan Cuma Drama, Horor Juga Bisa Menyembuhkan

Menariknya, film horor pun punya manfaat katarsis. Riset dari Aarhus University, Denmark menemukan bahwa rasa takut yang dirasakan saat menonton horor justru dapat membantu meredakan kecemasan. Karena ancamannya tidak nyata, otak kita memproses ketakutan itu sebagai ketakutan aman.

Saat film horor atau tegang berakhir, tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol, kemudian digantikan oleh dopamin—hormon bahagia. Hasilnya? Perasaan lega dan puas.

Rekomendasi Film untuk Cinema Therapy

Berikut beberapa film yang sering digunakan dalam sesi terapi:

  • Silver Linings Playbook – tentang gangguan bipolar dan pemulihan.

  • Inside Out – animasi yang mengajarkan anak mengenali dan menerima emosi.

  • Good Will Hunting – kisah trauma masa kecil dan pencarian jati diri.

  • Marriage Story – gambaran realistis tentang perceraian dan konflik rumah tangga.

Menurut PositivePsychology.com, proses terapi melalui film melibatkan empat tahapan:

  1. Identifikasi karakter

  2. Pelepasan emosi (katarsis)

  3. Perenungan (insight)

  4. Perasaan tidak sendirian (universalisasi)

Bukan Pengganti Terapi Profesional

Perlu digarisbawahi, cinema therapy bukan pengganti konseling psikologis, tapi bisa jadi alat bantu refleksi diri yang efektif. Apalagi jika ditambah dengan diskusi, journaling, atau konsultasi lanjutan.

Banyak orang menyadari akar persoalan emosional mereka lewat film—dan termotivasi untuk berubah ke arah yang lebih baik.

Menonton Film = Merawat Diri

Di balik adegan menyentuh, tawa lepas, atau ketegangan yang mencekam, film menyimpan potensi penyembuhan yang nyata. Kini, menonton film bukan hanya pelarian dari kenyataan, tapi juga bisa menjadi jalan lembut untuk merawat kesehatan mental dan menyelami emosi terdalam.

Jadi, kapan terakhir kali kamu menangis, tertawa, atau merasa terhubung lewat film? (RED.A)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama