Kediri, Jawa Timur, sergaponline.online – Proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) di Desa Klampisan, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri kembali menjadi sorotan. Hasil investigasi dari tim pemantau lapangan LP3-NKRI mengungkap adanya indikasi kuat manipulasi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana, yang dapat berujung pada pelanggaran hukum serius.
Program P3TGAI merupakan upaya pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memperbaiki infrastruktur irigasi pertanian secara swakelola dengan melibatkan langsung masyarakat, khususnya kelompok Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) atau Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Di Desa Klampisan, kelompok penerima bantuan tercatat menerima dana sebesar Rp195 juta yang ditransfer dalam dua tahap langsung dari kas negara.
Namun, dugaan rekayasa laporan SPJ mencuat setelah ditemukan sejumlah kejanggalan, baik dari segi pencatatan pembelian material, pembayaran tenaga kerja, hingga rincian pelaksanaan fisik pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Manipulasi SPJ, Dugaan Pelanggaran Permen PUPR dan Hukum Pidana
Dokumen SPJ yang disusun oleh HIPPA setempat terkesan dibuat sedemikian rupa agar seolah-olah pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No. 4 Tahun 2021 tentang P3TGAI. Padahal berdasarkan hasil penelusuran tim LP3-NKRI, terdapat ketidaksesuaian nyata antara laporan dan kondisi fisik di lapangan.
Lebih parahnya, indikasi kuat menyebutkan bahwa proses manipulasi ini tidak hanya dilakukan oleh satu pihak, tetapi melibatkan beberapa elemen, termasuk pendamping lapangan dan perangkat desa. Hal ini memperkuat dugaan adanya konspirasi sistematis untuk mengelabui pihak pengawas dan BBWS selaku penanggung jawab teknis dari pusat.
Jika terbukti benar, tindakan ini berpotensi melanggar:
-
Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara, dapat dipidana minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup serta denda minimal Rp200 juta.
-
Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara bagi siapa saja yang dengan sengaja membuat dokumen palsu yang dapat merugikan pihak lain.
Pernyataan Tegas dari Kepala Desa
Saat dikonfirmasi di kantor desa, kepala desa setempat menyampaikan pernyataan tegas namun kontroversial:
“Semua sudah sesuai prosedur. Kalau memang ada yang menilai salah, silakan hukum berjalan. Kami siap diproses sesuai ketentuan yang berlaku.”
Namun demikian, klarifikasi tersebut justru memperkeruh suasana. Kepala desa dan HIPPA beberapa kali menyebut istilah "aspirator", sebuah istilah yang tidak dikenal secara resmi dalam struktur pelaksanaan teknis P3TGAI. Ini menimbulkan spekulasi bahwa ada peran pihak eksternal yang tak seharusnya terlibat secara teknis maupun administratif dalam proyek ini.
Program Padat Karya Berubah Jadi Ladang Korupsi?
Tujuan mulia P3TGAI untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani melalui perbaikan irigasi secara partisipatif justru ternodai oleh dugaan penyimpangan ini. Proyek yang seharusnya membuka lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat kini justru terindikasi menjadi ladang kecurangan dan korupsi berjamaah.
Tim investigasi LP3-NKRI menilai bahwa proyek ini tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, baik dari sisi pelaksanaan teknis maupun administratif. Mereka mendesak agar BBWS selaku pihak berwenang dari pusat segera melakukan audit menyeluruh, serta membuka ruang pemeriksaan ulang dokumen SPJ secara detail.
“Program ini sangat penting bagi petani. Jangan sampai dicemari oleh ulah oknum yang ingin memperkaya diri dengan cara kotor. Harus ada evaluasi dan penegakan hukum,” ujar perwakilan LP3-NKRI.
Desakan kepada Aparat Penegak Hukum
Seiring dengan temuan ini, LP3-NKRI secara resmi meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kepolisian, Kejaksaan maupun lembaga antikorupsi, untuk mengusut tuntas dugaan rekayasa SPJ dan penyimpangan proyek P3TGAI di Desa Klampisan.
Jika terbukti ada kerugian negara dan unsur kesengajaan dalam pelaporan palsu, maka para pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.
“Hukum harus ditegakkan. Tidak ada tempat bagi pelaku penyimpangan dana rakyat. Jangan tunggu sampai masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap program negara,” tegas LP3-NKRI dalam rilisnya.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh penerima program bantuan pemerintah, bahwa pengawasan publik saat ini makin kuat dan terbuka. Proyek padat karya seharusnya menjadi media pemberdayaan, bukan pintu masuk praktik korupsi berjamaah.
Jika benar ada pelanggaran, maka siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab di hadapan hukum.(RED.TIM)
Posting Komentar