Kediri, sergaponline.online – Sebuah tonggak penting dalam dunia pendidikan Indonesia kembali tercatat. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib membiayai pendidikan dasar secara adil, tidak terkecuali bagi sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) swasta. Putusan ini dibacakan dalam sidang perkara Nomor 12/PUU-XXII/2024 pada Selasa (28/5).
Dalam amar putusannya, MK menegaskan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap sekolah swasta dalam hal pembiayaan pendidikan dasar bertentangan dengan semangat UUD 1945. Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak dan setara, tanpa harus dikotak-kotakkan berdasarkan status sekolah.
“Negara tidak dapat serta merta membedakan perlakuan hanya karena status sekolah,” ujar Suhartoyo dalam sidang terbuka di Gedung MK, Jakarta.
Putusan ini sekaligus menjawab kegelisahan sejumlah pihak yang menggugat ketimpangan kebijakan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang dinilai lebih berpihak pada sekolah negeri dalam hal pembiayaan. MK menilai, peran sekolah swasta selama ini cukup vital, terlebih di wilayah yang belum sepenuhnya terjangkau sekolah negeri.
"Di banyak daerah, sekolah swasta justru menjadi ujung tombak penyedia layanan pendidikan dasar. Negara tidak boleh tutup mata terhadap realitas ini," demikian salah satu pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut.
Dengan demikian, ke depan pemerintah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan anggaran bagi sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan dasar, termasuk di dalamnya penggajian guru, pengadaan fasilitas belajar, dan operasional lainnya. Namun, MK juga menyebutkan bahwa sekolah swasta tetap diperbolehkan menerima dukungan dana dari masyarakat atau yayasan, selama tidak menjadi beban utama pembiayaan.
Reaksi positif pun bermunculan dari berbagai kalangan. Pengelola sekolah swasta, guru-guru, hingga pemerhati pendidikan menyambut baik keputusan tersebut. Bagi mereka, ini adalah bentuk pengakuan negara atas kontribusi sekolah swasta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Ini adalah kabar gembira bagi kami,” ujar Sulastri, kepala sekolah di salah satu SD swasta di Kabupaten Kediri. “Selama ini kami berjuang sendiri membiayai kegiatan belajar mengajar, padahal sebagian besar murid kami berasal dari keluarga sederhana.”
Tak hanya itu, keputusan MK ini dinilai menjadi titik awal untuk mempersempit kesenjangan kualitas antara sekolah negeri dan swasta. Dengan pembiayaan yang lebih adil, mutu pendidikan di sekolah swasta diharapkan semakin meningkat dan dapat bersaing secara sehat.
Pengamat pendidikan nasional juga mengingatkan agar pemerintah tidak hanya berhenti pada wacana. Implementasi dari keputusan ini harus dirancang dengan cermat dan menyeluruh. Sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan agar distribusi anggaran dapat tepat sasaran dan berkelanjutan.
“Harus ada peraturan turunan, petunjuk teknis, dan perencanaan anggaran yang disesuaikan. Jangan sampai keputusan ini hanya menjadi dokumen hukum tanpa dampak nyata,” ujar Dedi Suparman, dosen dan pengamat pendidikan dari Kediri.
Kini, semua mata tertuju pada langkah pemerintah berikutnya. Akankah alokasi APBD dan APBN mengalami penyesuaian signifikan demi menegakkan prinsip keadilan dalam pendidikan dasar? Waktu akan menjawab. Namun yang pasti, putusan MK ini telah membuka jalan baru menuju sistem pendidikan nasional yang lebih inklusif dan berkeadilan.(red.al)
Posting Komentar