Surabaya, sergaponline.online– Malam 1 Suro, atau awal tahun dalam kalender Jawa, selalu menjadi momen sakral yang dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa untuk melakukan ritual jamasan pusaka. Tradisi ini dikenal sebagai prosesi mencuci pusaka, seperti keris dan tombak, yang dipercaya memiliki energi spiritual dan historis tinggi.
Ritual jamasan tidak hanya dilakukan oleh kalangan keraton seperti Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran, namun juga tetap lestari di berbagai daerah termasuk di tengah kota besar seperti Surabaya.
Makna dan Filosofi Jamasan
Secara harfiah, jamasan berarti mencuci atau membersihkan. Namun dalam konteks budaya Jawa, jamasan adalah simbol pembersihan batin, penyelarasan energi, dan penghormatan terhadap leluhur. Pusaka dianggap memiliki "nyawa" atau daya spiritual tersendiri, sehingga perlu dirawat secara fisik dan rohani.
Malam 1 Suro diyakini sebagai waktu dengan getaran energi tinggi namun juga penuh potensi gangguan gaib. Maka dari itu, jamasan dipilih sebagai momen untuk menyucikan pusaka dari energi buruk dan menguatkan aura positif.
Tujuh Tahapan Jamasan Pusaka
Berdasarkan sumber dari Pemerintah Kota Surakarta, berikut ini adalah tahapan jamasan pusaka yang biasa dilakukan secara runtut dan khidmat:
Susilaning Nglolos Dhuwung – Penghormatan terhadap pencipta dan pemilik pusaka.
Mutih – Membersihkan karat dan noda dengan campuran bahan alami seperti air jeruk nipis dan abu kayu jati.
Warangan – Merendam pusaka dalam air kelapa atau air bunga untuk membersihkan lebih dalam.
Pengeringan dan Keprok – Mengeringkan lalu memoles pusaka dengan teknik khusus agar tetap tajam dan halus.
Penjemuran – Dijemur di bawah sinar matahari agar steril dari kelembapan.
Pemberian Minyak dan Wewangian – Diolesi minyak herbal seperti cendana atau melati untuk menjaga aroma dan kilap pusaka.
Penutupan dengan Warangan – Pusaka dibungkus kain pelindung sebagai bentuk perawatan terakhir.
Tradisi yang Tetap Lestari di Surabaya
Meski Surabaya merupakan kota metropolitan, ritual jamasan masih digelar oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk pelestarian budaya. Setiap malam 1 Suro atau bertepatan dengan 1 Muharam, warga yang memiliki pusaka leluhur melakukan ritual ini dengan penuh penghormatan.
Jamasan biasanya dilakukan dengan perlengkapan ubo rampe seperti bunga tujuh rupa, kopi, kemenyan, telur ayam kampung, kelapa, dan pisang raja. Sebelum dicuci, keris diasapi dengan menyan dan ditaburi bunga. Setelah dibersihkan, keris dikeringkan, diberi minyak, dan dipasang kembali komponen pelengkapnya.
Salah satu warga Surabaya yang rutin menjalankan tradisi ini mengatakan bahwa jamasan bukan sekadar mencuci pusaka, tetapi juga sarana introspeksi diri dan mengenang perjuangan leluhur.
Penutup
Ritual jamasan pusaka menjadi warisan budaya yang penuh filosofi. Di balik prosesi pembersihan, terselip nilai spiritual, penghormatan terhadap sejarah, dan pengingat untuk selalu membersihkan diri—baik secara lahir maupun batin.
Tradisi ini terus dijaga dan dilestarikan sebagai bentuk cinta terhadap budaya Jawa yang kaya makna dan penuh ajaran kebijaksanaan. (red:a)
Posting Komentar