KEDIRI, sergaponline.online – Perubahan wajah kawasan Stasiun Kediri memicu keresahan di kalangan masyarakat. Kelompok yang tergabung dalam Paguyuban Bocah Stasiun (Bosta) menyuarakan keberatannya atas dampak sosial dan tata ruang pasca-revitalisasi kawasan stasiun.
Isu ini mencuat dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi B DPRD Kota Kediri, Selasa (25/6). Namun, pertemuan yang berlangsung tertutup itu belum menghasilkan kesepakatan final. Sejumlah tuntutan warga masih menggantung dan menanti tindak lanjut dari pihak terkait, terutama PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Monumen Lokomotif dan Jalan yang Tertutup Portal
Ketua Bosta, Nowo Doso, menyoroti kebijakan PT KAI yang menutup akses jalan dan menggantinya dengan area drop zone yang kini dipasangi monumen lokomotif. Menurutnya, perubahan tersebut berdampak langsung terhadap lalu lintas serta mata pencaharian warga, khususnya tukang ojek dan penarik becak.
“Warga kehilangan akses dan tempat mangkal. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut ekonomi masyarakat kecil,” tegas Nowo usai mengikuti RDP di gedung dewan.
Tuntut Kejelasan Status Rumah dan Tarif Sewa
Selain dampak perubahan fisik, Bosta juga menyoroti status 24 rumah di sekitar Jl Raden Patah yang selama ini ditempati warga di atas lahan milik PT KAI. Warga mengaku bingung soal status hak tinggal mereka, terutama terkait tarif sewa dan legalitasnya.
“Kami tidak tahu harus bayar berapa dan ke mana. Kalau tidak jelas, bagaimana bisa warga merasa tenang?” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Komisi B: PT KAI Diminta Transparan
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi B DPRD Kota Kediri, Arief Junaidi, menyatakan bahwa RDP tahap awal ini baru mengidentifikasi persoalan. Dewan, katanya, akan segera menjadwalkan pertemuan lanjutan yang lebih teknis dengan menghadirkan dokumen resmi dari PT KAI, Pemerintah Kota Kediri, dan BPN.
“Yang dibutuhkan warga adalah kepastian. Kalau rumah itu berada di atas aset PT KAI, harus jelas berapa sewa atau kontribusinya. Kita butuh data konkret agar tidak jadi polemik terus,” jelas Arief.
Aspek Sosial Harus Diperhatikan
Terkait monumen lokomotif dan penataan kawasan stasiun, Arief mengingatkan bahwa estetika tidak boleh mengabaikan aspek sosial. Menurutnya, pengembangan kawasan seharusnya tidak hanya mengejar nilai visual atau profit-oriented, tetapi juga memperhatikan nasib warga sekitar.
“Ada multiplier effect dari aktivitas warga di sekitar stasiun. Ini menyangkut penghidupan mereka. Kita tidak bisa bicara pembangunan tanpa menyentuh aspek sosialnya,” tambah politisi Partai Gerindra itu.
RDP Lanjutan Segera Digelar
Komisi B berencana menggelar RDP lanjutan dalam waktu dekat. Dalam rapat tersebut, PT KAI diharapkan menyampaikan peta aset dan program pengembangan stasiun secara menyeluruh. Sementara, Pemerintah Kota Kediri diminta menyampaikan posisi resmi terkait kewenangan dan kepemilikan lahan.
“Kami akan kirimkan surat resmi ke PT KAI. Nanti akan kita sinkronkan datanya dengan Pemkot dan BPN agar tidak ada tumpang tindih,” pungkas Arief.(RED.AL)
Posting Komentar