Jakarta, sergaponline.online – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bakal menerapkan kebijakan baru pada tahun ajaran 2025/2026. Dua pendekatan utama menjadi sorotan: Pembelajaran Mendalam dan peluncuran mata pelajaran baru Koding dan Kecerdasan Buatan (KKB) yang dimulai dari kelas V sekolah dasar. Kebijakan ini bukan sekadar adaptasi teknologi, tetapi bagian dari strategi nasional untuk membekali peserta didik menghadapi era digital secara cerdas dan beretika.
Ribuan guru dan kepala sekolah sudah mengikuti pelatihan intensif menyambut perubahan ini. Tujuannya, agar generasi muda tak hanya menjadi pengguna teknologi, tapi juga pengembang yang beretika.
Respon Publik dan Tantangan
Respon terhadap kebijakan ini beragam. Sebagian menyambut antusias, namun tak sedikit yang waswas. Laporan Global Overview 2025 mencatat rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan 7 jam 22 menit per hari berselancar di dunia maya, melampaui rata-rata global. Anak-anak pun kini menunjukkan ketergantungan pada gawai sejak dini—memicu kekhawatiran akan dampak kesehatan mental, konsentrasi, dan perkembangan otak (brain rot).
Namun di sisi lain, Laporan Indeks Kecerdasan Buatan 2025 menunjukkan optimisme: 80% masyarakat Indonesia percaya bahwa kecerdasan buatan memberikan manfaat besar. Tantangannya kini adalah bagaimana memanfaatkan teknologi secara bertanggung jawab dan manusiawi.
Koridor Moral: Teknologi Harus Berpihak pada Kemanusiaan
Para tokoh dunia mengingatkan bahwa kecerdasan buatan bukan teknologi netral. Ia bisa memengaruhi pola pikir, bahkan keputusan politik. Geoffrey Hinton, pionir AI, menyebut teknologi ini ibarat pisau bermata dua. Sementara Paus Leo XIV dan para pemimpin agama lainnya menekankan pentingnya nilai moral dalam penggunaan AI agar tidak menimbulkan dehumanisasi.
Haedar Nashir juga mengingatkan bahwa kecerdasan sejati tidak hanya soal logika, tetapi juga suara hati (qalb). Pendidikan harus menumbuhkan pribadi yang kritis sekaligus berakhlak, bukan hanya cerdas secara teknis.
Kewargaan Digital dan Etika AI
Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti menyebut pentingnya menanamkan kesadaran digital sejak dini. Informasi yang dihasilkan mesin tidak selalu benar dan bebas dari bias. Ketergantungan pada teknologi juga bisa mengikis kemandirian berpikir siswa.
Karena itu, pendekatan Pembelajaran Mendalam dan mata pelajaran KKB dirancang bukan hanya mengajarkan teknologi, tetapi menanamkan karakter, logika, dan etika digital. Kurikulum KKB menekankan problem-based learning, kolaborasi, dan tanggung jawab digital. Para guru juga dilatih untuk menjadi pembina karakter digital, bukan sekadar pengajar koding.
Menuju Generasi Cerdas dan Bijak
Tujuan utama pendekatan baru ini adalah mencetak generasi digital yang cerdas, etis, dan kritis. Teknologi akan menjadi alat pembebasan jika dipandu etika dan hati nurani. Setiap guru, orang tua, dan masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan teladan digital yang baik.
Dalam era tsunami digital, memadukan kecakapan teknologi dan nilai kemanusiaan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Pendidikan menjadi ruang untuk membangun jatidiri, mewujudkan humanisasi, dan membentuk warga digital yang bijak. (red.a)
Posting Komentar