Tulungagung, sergaponline.online - Aktivitas penambangan pasir di bantaran Sungai Brantas, Jajar,Rejotangan, Tulungagung, diduga ilegal dan berlangsung secara terbuka. Namun, Aparat Penegak Hukum (APH) setempat tampaknya tutup mata terhadap aktivitas ini.
Menurut informasi yang diperoleh, aktivitas penambangan pasir ini telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir dan melibatkan beberapa pihak. Aktivitas ini diduga tidak memiliki izin yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 158 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat dikenakan sanksi pidana.
Dampak Lingkungan Aktivitas penambangan pasir ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup di sekitar Sungai Brantas. Sungai yang merupakan sumber air utama bagi masyarakat setempat ini telah tercemar oleh limbah penambangan pasir. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di mana dalam Pasal 98 disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perusakan lingkungan hidup dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Selain pencemaran air, aktivitas ini juga menyebabkan erosi di bantaran sungai, yang berpotensi mengancam permukiman warga di sekitarnya. Jika tidak segera dihentikan, dikhawatirkan akan terjadi bencana ekologis yang lebih besar.
Reaksi Masyarakat Masyarakat setempat telah mengeluhkan aktivitas penambangan pasir ini karena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan mengganggu kelestarian sumber daya alam. Selain itu, keberadaan penambangan ilegal ini juga berpotensi merugikan negara karena tidak adanya pembayaran pajak dan retribusi yang seharusnya masuk ke kas daerah.
Beberapa warga mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap dampak sosial yang ditimbulkan, seperti konflik lahan dan penurunan kualitas air bersih. "Kami sangat khawatir dengan aktivitas ini karena bisa menyebabkan longsor dan banjir. APH seharusnya bertindak tegas," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Tuntutan Masyarakat Masyarakat setempat menuntut APH untuk segera menghentikan aktivitas penambangan pasir ilegal ini dan mengambil tindakan tegas terhadap pihak yang terlibat. Mereka mendesak aparat penegak hukum agar menindak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Selain itu, masyarakat meminta pemerintah daerah untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan dan menindak tegas pelaku usaha yang tidak memiliki izin resmi. Mereka juga mengusulkan agar dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan yang telah terdampak, guna mengembalikan fungsi ekologi Sungai Brantas.
Jika penambangan ilegal ini terus dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang dirugikan, tetapi juga masyarakat luas yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian Sungai Brantas. Oleh karena itu, masyarakat berharap adanya tindakan nyata dari pihak berwenang untuk menghentikan aktivitas ilegal ini demi kepentingan bersama.
Posting Komentar