Distribusi Bantuan GHF di Rafah Ricuh, PBB Kritik Sistem yang Dinilai Diskriminatif

  


Kediri,  sergaponline.online  – Situasi di Rafah, Gaza Selatan, kembali menjadi sorotan dunia setelah kericuhan mewarnai pembukaan pusat distribusi bantuan yang diinisiasi oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) pada Selasa, 27 Mei 2025. Ribuan warga Palestina menyerbu kompleks bantuan yang baru saja dibuka, memanjat pagar dan melintasi tanggul demi mendapatkan bantuan makanan.

GHF, sebuah organisasi bantuan yang diketahui mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Israel, mengakui bahwa tim mereka terpaksa mundur karena tidak mampu mengendalikan kerumunan dalam jumlah besar. Kericuhan ini terjadi setelah wilayah Rafah mengalami blokade selama 11 minggu, yang menyebabkan kelaparan akut dan memburuknya kondisi kemanusiaan.

Dalam pernyataannya, GHF mengklaim telah mendistribusikan lebih dari 462.000 paket makanan melalui kemitraan dengan organisasi non-pemerintah lokal. Namun pendekatan ini menuai pro dan kontra. Banyak pihak menilai, distribusi bantuan yang dilakukan secara terpusat dan dalam skala besar justru menciptakan kerentanan baru dan memicu kepanikan massal.

Lembaga-lembaga bantuan internasional, termasuk PBB, mengecam metode yang digunakan GHF. Mereka menyebut sistem distribusi tersebut tidak inklusif, dan berpotensi mengecualikan kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, serta keluarga yang tidak memiliki akses transportasi.

“Kami menilai pendekatan ini tidak memenuhi prinsip dasar kemanusiaan, karena bantuan seharusnya bersifat netral, tidak bersyarat, dan bisa diakses oleh semua pihak yang membutuhkan tanpa diskriminasi,” ujar perwakilan PBB dalam pernyataan resmi.

Kritik juga diarahkan terhadap kebijakan GHF yang menerapkan teknologi pengenalan wajah sebagai syarat untuk menerima bantuan. Langkah ini dinilai kontroversial karena ditujukan untuk menyaring individu yang diduga memiliki keterkaitan dengan kelompok Hamas. Banyak pengamat kemanusiaan menganggap sistem ini berpotensi menambah penderitaan warga sipil dan memperburuk diskriminasi di tengah krisis.

Di tengah meningkatnya tekanan dan protes, Jake Wood, Direktur Eksekutif GHF, mengundurkan diri pada 25 Mei 2025. Dalam keterangannya, ia menyebutkan kesulitan mempertahankan misi kemanusiaan organisasi di tengah tekanan politik dan operasional. Posisi Wood kini digantikan oleh John Acree sebagai pemimpin sementara.

Presiden AS Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio justru menyambut baik upaya GHF, menyebutnya sebagai “langkah berani untuk meningkatkan kondisi hidup masyarakat Gaza.” Namun pernyataan itu tidak meredakan kecaman dari berbagai kalangan yang menilai distribusi bantuan seharusnya mengutamakan keselamatan dan martabat manusia.

Sementara itu, situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk. Ribuan orang masih berada dalam kondisi darurat, kesulitan memperoleh air bersih, makanan, dan layanan medis. PBB mendesak agar semua pihak menghentikan pendekatan politisasi terhadap bantuan kemanusiaan dan membuka akses secara luas untuk organisasi bantuan independen.(red.al)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama