Dari Jagung Tua hingga Jamu Segar, Inovasi Yulianti Tembus Pasar Hongkong

  


KABUPATEN KEDIRI,  sergaponline.online – Siapa sangka jagung tua yang biasa dianggap bahan makanan tak bernilai, justru mampu mengantarkan Yulianti, warga Desa Gayam, Kabupaten Kediri, dikenal hingga ke luar negeri. Di tangannya, jagung tua bertransformasi menjadi camilan renyah nan menggoda selera: keripik jagung. Tak hanya itu, ia juga meracik jamu segar tanpa rebus yang digemari banyak pelanggan.

Berawal dari eksperimen sederhana bersama sang adik, Yulianti mencoba membuat tortilla dari referensi YouTube. Namun karena kesalahan bahan – jagung tua alih-alih jagung segar – eksperimen awalnya gagal. Tapi justru dari kesalahan itu lahir ide baru.

“Waktu itu saya berpikir, kenapa tidak sekalian mencoba bikin camilan dari jagung tua?” tutur perempuan 47 tahun ini sambil tersenyum mengenang masa awal merintis.

Berbagai percobaan dilakukan. Mulai dari adonan terlalu lembek hingga proses penggilingan yang rumit. Namun, semangatnya tak pernah surut. Baginya, kegagalan hanyalah bagian dari proses menuju keberhasilan.

“Kadang rasanya pengin nyerah. Tapi saya percaya, wong usaha kok gak dicoba terus, kapan majune?” ucap Yuli penuh keyakinan.

Keripik jagung buatannya kini telah dikenal di kalangan masyarakat lokal. Bahkan, menjadi oleh-oleh favorit tenaga migran Indonesia di Hongkong. Beberapa pelanggan rutin memesan dan membawanya sebagai buah tangan ke negeri seberang.

Produksinya memang masih terbatas. Dengan proses manual dan tenaga yang seadanya, Yuli hanya mampu mengolah sekitar satu kilogram adonan per hari. Namun permintaan terus mengalir, apalagi menjelang musim liburan dan arus balik pekerja migran.

Tak puas dengan keripik jagung, Yulianti juga mengembangkan lini usaha lain: Jamoe Koe, jamu segar racikannya yang telah dirintis sejak pandemi tahun 2020.

“Awalnya buat minum sendiri karena pandemi. Lalu banyak yang suka, akhirnya saya kemas dan jual,” ujarnya.

Ada enam varian yang ia produksi: beras kencur, kunir asem, temulawak, kunir luntas, kunci suruh, dan gepyokan. Ia bahkan menerima pesanan khusus untuk jamu manjakani. Semua bahan diolah tanpa proses perebusan agar kesegarannya terjaga.

“Ini bukan jamu yang direbus kayak biasanya. Jadi lebih fresh dan rasanya beda,” jelasnya.

Produksi dilakukan tiga kali seminggu, masing-masing menghasilkan 60 botol berukuran 500 mililiter. Jamu kunir asam jadi yang paling laris. Tapi karena tanpa pengawet, daya tahannya hanya satu hari di suhu ruang, atau dua hari jika disimpan di kulkas.

“Harganya mulai Rp 5 ribu. Murah, tapi segar dan berkhasiat,” tandasnya.

Di tengah keterbatasan alat dan modal, Yuli tak pernah kehilangan semangat. Baginya, usaha kecil pun bisa besar asal tekun dan jujur. Tak peduli apa kata orang, yang penting jalan terus.

“Meskipun hanya dari dapur rumah, saya ingin produk saya bisa membuat orang senang dan sehat,” pungkasnya.(RED.AL)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama