Tradisi Suroan di Kediri: Warisan Budaya yang Terus Hidup dari Generasi ke Generasi

  


KEDIRI,  sergaponline.online – Pergantian tahun dalam penanggalan Jawa kembali disambut dengan berbagai tradisi adat oleh masyarakat Kediri. Tahun ini, malam Satu Suro jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025, yang bertepatan dengan Jumat Kliwon, momentum yang dianggap sakral dan penuh muatan spiritual oleh masyarakat Jawa.

Kediri, sebagai salah satu kota tua di Jawa Timur, menjadi daerah yang masih melestarikan sejumlah ritual Suroan secara turun-temurun. Berbagai wilayah di Kabupaten Kediri menggelar tradisi khas sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus ungkapan syukur dan harapan di awal tahun Jawa.

Petilasan Jayabaya Jadi Sentral Tradisi Suro

Salah satu pusat kegiatan Suroan yang paling ramai adalah Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Desa Menang, Kecamatan Pagu. Tempat yang diyakini sebagai lokasi muksanya Raja Kediri abad ke-12 ini selalu menjadi magnet peziarah dan warga lokal setiap tahunnya.

Kegiatan dimulai dengan pencucian pusaka, yang menjadi simbol pembersihan lahir dan batin. Selanjutnya digelar kenduri, pagelaran wayang kulit, campursari, hingga kirab budaya malam Suro yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat.

“Ini bukan hanya soal budaya, tapi juga penghormatan terhadap nilai-nilai yang diwariskan oleh para leluhur,” ujar salah satu tokoh adat setempat.

Grobyak Ikan, Tradisi Air Penuh Kegembiraan

Sementara itu, warga Desa Tanjung, Kecamatan Pagu punya cara unik merayakan datangnya bulan Suro lewat ritual Grobyak Ikan. Bertempat di Sumber Gundi, tradisi ini menyatukan seluruh lapisan masyarakat untuk menangkap ikan secara massal menggunakan peralatan tradisional.

Tradisi diawali dengan arak-arakan tumpeng dari balai desa menuju sumber mata air. Potong tumpeng oleh pemimpin desa menjadi tanda dimulainya acara. Penangkapan ikan pun berlangsung meriah, dipimpin oleh sesepuh desa sebagai simbol keberkahan dan kebersamaan.

Bukan sekadar hiburan, Grobyak Ikan menjadi wujud nilai gotong royong, pelestarian alam, dan penghormatan terhadap tradisi leluhur.

Grebeg Suro: Syukur dan Jejak Cerita Leluhur

Di sisi timur Kediri, tepatnya di Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, tradisi Grebeg Suro menjadi agenda tahunan yang juga tak pernah sepi peminat. Acara ini menampilkan kirab gunungan hasil bumi menuju situs Calon Arang—sosok legendaris yang diyakini sebagai leluhur desa.

Rangkaian kegiatan diawali dari balai desa, dilanjutkan dengan pementasan kisah Calon Arang oleh pemuda karang taruna. Tradisi ini tak hanya mempererat identitas budaya lokal, tetapi juga menjadi ruang belajar sejarah bagi generasi muda.

Menjaga Jati Diri Lewat Tradisi

Bagi masyarakat Kediri, peringatan malam Satu Suro tidak sekadar ritual tahunan, tapi bagian dari jati diri yang tak lekang oleh waktu. Di tengah modernisasi dan arus globalisasi, nilai-nilai spiritual dan budaya lokal terus dijaga dengan kesadaran kolektif.

“Tradisi ini adalah pengingat bahwa kita punya akar, punya sejarah, dan punya warisan yang tak boleh hilang,” ujar seorang tokoh budaya setempat.

Suroan di Kediri menjadi bukti bahwa adat istiadat dan spiritualitas masih hidup dan mengakar kuat di tengah masyarakat modern. Bukan hanya perayaan, tapi juga cermin peradaban yang diwariskan dari masa silam untuk terus dijaga oleh generasi kini dan nanti.(RED.AL)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama