Kediri, sergaponline.online – Kemunculan akun media sosial Facebook dengan nama mencolok seperti “Gay Jaranan Kediri, Nganjuk, dan Sekitarnya” menimbulkan kekhawatiran di kalangan aparat penegak hukum dan instansi kesehatan. Akun tersebut diduga kuat menjadi medium transaksi seksual, yang berpotensi mengarah pada praktik prostitusi terselubung.
Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji menyatakan bahwa pihaknya telah mulai melakukan penyelidikan lebih lanjut. “Saat ini penyelidikan kami masih berlanjut,” ujarnya singkat, namun menegaskan bahwa polisi tidak menutup mata atas fenomena yang dapat melanggar berbagai regulasi tersebut.
Akun tersebut diduga melanggar sejumlah ketentuan, seperti memperdagangkan orang, melibatkan anak di bawah umur, hingga mempromosikan layanan seksual secara terbuka yang jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Dampak dari praktik ini tak hanya menjadi perhatian aparat hukum, tetapi juga Dinas Kesehatan Kota Kediri. Aktivitas seksual berisiko melalui media sosial dianggap turut menyumbang peningkatan kasus infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV/AIDS, yang tren kasus barunya terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Fokus kami adalah memutus rantai penularan HIV/AIDS,” ujar dr Muhammad Fajri Mubasysyir, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri melalui Kabid P2P Hendik Supriyanto.
Menurut Hendik, Dinkes terus menggencarkan program skrining melalui mobile Voluntary Counselling and Testing (VCT) yang menyasar kelompok-kelompok berisiko. “Kami menjangkau lokasi-lokasi seperti tempat hiburan malam, kafe, rumah kos, dan warung-warung yang berpotensi menjadi titik kumpul kelompok tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa penjangkauan juga dilakukan dengan menggandeng komunitas peduli HIV/AIDS seperti Redline, serta melibatkan para kader di tiap kelurahan untuk memperluas jangkauan edukasi dan pengobatan.
“Begitu ditemukan positif HIV, langsung kami arahkan untuk konseling dan pengobatan. Kalau memang masih melakukan hubungan seksual, kami sarankan tetap menggunakan pengaman untuk mencegah penularan,” imbuhnya.
Hendik menekankan bahwa pengobatan rutin bisa menjaga jumlah virus dalam tubuh tetap rendah, sehingga tidak menular ke orang lain dan tidak berkembang menjadi AIDS. “Kalau tidak diobati, dalam dua tahun bisa menurun drastis kondisi tubuhnya, bisa kena TBC atau pneumonia,” tambahnya.
Namun demikian, perkembangan media sosial kini menjadi tantangan tersendiri bagi tim kesehatan. Pendekatan melalui dunia maya dinilai lebih sulit dipantau. “Kalau dulu kami bisa deteksi lewat tempat-tempat tertentu, sekarang semuanya serba online. Jadi penjangkauannya tidak mudah,” tandas Hendik.
Tren Kasus HIV/AIDS di Kota Kediri Meningkat
Dinkes mencatat bahwa tren penemuan kasus HIV/AIDS baru di Kota Kediri mengalami peningkatan. Rata-rata ditemukan 200 kasus baru setiap tahun. Pada tahun 2024 saja, telah tercatat sebanyak 260 kasus baru HIV, di mana 48 di antaranya telah berkembang menjadi AIDS.
Ironisnya, banyak dari pasien tersebut awalnya terdeteksi saat memeriksakan diri karena komplikasi penyakit lain seperti TBC dan pneumonia. Sebagian besar penderita juga bukan warga asli Kota Kediri, melainkan berasal dari luar daerah namun terdeteksi saat mengakses layanan kesehatan di kota ini.
Fenomena ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak, bahwa edukasi kesehatan seksual dan pengawasan terhadap penyalahgunaan media sosial harus terus diperkuat.(RED.AL)
Posting Komentar