KEDIRI, sergaponline.online – Di balik nama besar Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), tersimpan jejak sejarah panjang perjuangan spiritual dan budaya. Perguruan pencak silat ini tidak hanya mengajarkan ilmu bela diri, tetapi juga menjadi wadah pembentukan karakter dan semangat kebangsaan.
Akar ajaran PSHT dapat ditelusuri hingga awal abad ke-20, ketika Ki Soerodiwirjo, tokoh karismatik asal Jawa Timur yang dikenal sebagai Eyang Suro, mulai menyebarkan nilai-nilai Setia Hati. Tahun 1903, ia mendirikan Sedulur Tunggal Kecer di Surabaya sebagai cikal bakal ajaran tersebut. Tak berselang lama, pusat kegiatannya berpindah ke Winongo, Madiun, dan pada 1907 berdirilah Persaudaraan Setia Hati (PSH) secara resmi.
Membangun Jiwa, Bukan Sekadar Bela Diri
Ajaran Eyang Suro tidak sekadar mengajarkan gerakan silat. Ia menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, keteguhan hati, dan persaudaraan sejati. Konsep ini yang kemudian membentuk karakter khas Setia Hati—bahwa kekuatan sejati lahir dari pengendalian diri dan cinta damai.
Salah satu murid beliau yang kemudian juga dikenang dalam sejarah adalah Ki Hadjar Hardjo Oetomo. Ia dikenal sebagai tokoh yang turut mengembangkan ajaran Setia Hati, meski pada akhirnya memilih jalan berbeda. Pada 1922, ia mendirikan Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC) karena adanya perbedaan prinsip, terutama terkait pembukaan ajaran kepada non-pribumi.
Diuji Penjajahan, Diperkuat oleh Perjuangan
Langkah Ki Hadjar Hardjo Oetomo sempat diganjal pemerintah kolonial. SH PSC dibubarkan, dan ia dipenjara di berbagai kota. Namun perjuangannya tak luntur. Setelah bebas, ia kembali menyebarkan ajaran Setia Hati dengan semangat nasionalisme yang semakin kuat.
Lambang Terate baru dipakai secara resmi sejak 1942, menjadi simbol kekuatan dalam kesucian. Filosofinya dalam: bunga teratai yang tumbuh di air bening meski akarnya berada di lumpur, mencerminkan keteguhan dan kemurnian hati.
Kongres pertama PSHT digelar pada 1948, sekaligus menandai penggunaan nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) secara resmi. Pada tahun yang sama, PSHT turut menjadi bagian dari pendiri Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).
Dari Madiun untuk Dunia
Kini, PSHT menjelma menjadi salah satu perguruan silat terbesar di Tanah Air. Ajarannya tidak hanya diterima di daerah asalnya, Madiun, tapi juga menyebar luas ke berbagai daerah termasuk Kota Kediri, yang menjadi salah satu basis kuat perkembangannya.
"PSHT bukan hanya soal bela diri, tapi juga soal persaudaraan, tanggung jawab, dan pengabdian," kata Agung Sediana, Ketua Cabang PSHT Kota Kediri.
Dengan jutaan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia dan bahkan mancanegara, PSHT telah membuktikan diri sebagai kekuatan budaya sekaligus wadah pembentukan karakter bangsa.
Warisan ajaran Eyang Suro kini bukan hanya dikenang, tetapi juga terus hidup dan berkembang—menjadi lentera nilai di tengah perubahan zaman.(RED.AL)
Posting Komentar