Kediri, sergaponline.online – Senja belum sepenuhnya turun ketika Novan Riski Dwi Saputra dan keempat temannya memulai pendakian ke Gunung Klotok, salah satu destinasi alam yang cukup populer di Kota Kediri. Tak ada rencana besar, tak ada persiapan matang. Hanya niat melepas penat setelah hari-hari penuh ujian. Namun siapa sangka, pendakian itu berubah menjadi kisah penuh ketegangan yang akan terus ia kenang.
Ditemui di rumahnya di kawasan Desa Karanganyar, Kecamatan Wates, Novan duduk di ruang tamu sembari mengenakan kaus dan bawahan seragam putih abu-abu. Meski masih tampak pincang karena lutut yang terkilir, pelajar kelas XI SMK Kertanegara jurusan TKJ ini tetap bersikap ramah dan santai. Ia baru saja pulang sekolah.
“Masih terasa pegal sih, tapi sudah jauh lebih baik,” katanya tersenyum, membuka percakapan.
Semua bermula dari ajakan spontan teman-temannya. Awalnya ia mengira mereka hanya akan berkeliling Simpang Lima Gumul (SLG). Tapi mobil yang mereka tumpangi justru melaju ke arah barat, menuju kawasan Gunung Klotok.
Sekitar pukul 13.00 mereka tiba di kaki gunung. Tanpa bekal memadai, mereka mulai menapaki jalur pendakian menuju Watu Bengkah. Sebagai pendaki pemula, medan yang menanjak dengan kemiringan tajam jelas menjadi tantangan besar bagi Novan.
“Belum terbiasa. Capek banget, tapi teman-teman masih lanjut sampai puncak,” ucapnya.
Saat langit mulai gelap, mereka memutuskan untuk turun. Namun perjalanan turun tak semulus harapan. Novan yang tertinggal di barisan belakang bersama satu teman, terpeleset saat melewati jalur berbatu dan mengalami cedera lutut. Hujan turun, malam semakin larut, dan tubuhnya kaku tak bisa bergerak.
“Waktu itu rasanya panik banget. Badan dingin, baju sudah basah, dan saya nggak bisa berdiri,” kenangnya.
Karena situasi darurat, Novan meminta temannya untuk turun lebih dulu mencari bantuan. Ia ditinggal sendirian di tengah hutan. Gelap, basah, lapar, tanpa sinyal kuat, dan hanya senter dari ponselnya yang masih menyala dengan baterai 30 persen.
“Saya lihat ke sekeliling, suara monyet, suara-suara aneh. Jujur sempat pasrah,” tuturnya lirih.
Berbekal insting bertahan, Novan akhirnya mencoba menghubungi layanan darurat. Awalnya salah sambung ke 113, namun akhirnya berhasil terhubung ke Call Center Lapor Mbak Wali 112. Ia langsung menyampaikan lokasi dan kondisinya.
“Untung bisa nyambung. Kalau nggak, mungkin saya harus nunggu lebih lama lagi di sana,” ujarnya.
Tim penyelamat dari BPBD Kota Kediri langsung merespons. Dalam waktu sekitar dua jam, tim berhasil mencapai lokasi. Saat ditemukan, kondisi Novan lemas, bajunya penuh lumpur, dan ia langsung dibawa turun untuk mendapatkan pertolongan.
“Kami menerima laporan dari call center 112 sekitar pukul 19.00. Setelah dilakukan pencarian, yang bersangkutan berhasil dievakuasi pukul 20.23,” terang Kalaksa BPBD Kota Kediri, Joko Arianto.
Novan kemudian dijemput oleh kakak dan pamannya di bawah gunung. Ia langsung menjalani pengobatan tradisional untuk meredakan sakit di tubuhnya.
“Langsung diurut, soalnya semua badan rasanya kayak habis diangkat-angkat,” katanya diselingi tawa kecil.
Meski begitu, Novan mengaku pengalaman ini menjadi pelajaran besar. Ia mengingatkan remaja lain agar tidak gegabah dalam menjajal aktivitas ekstrem seperti mendaki gunung tanpa persiapan dan perlengkapan yang memadai.
“Jujur kapok sih. Tapi jadi pelajaran. Kalau mau naik gunung, ya harus siap, jangan cuma ikut-ikutan,” tegasnya.
Kisah Novan menjadi pengingat bahwa keindahan alam juga menyimpan risiko. Dibutuhkan tanggung jawab dan persiapan agar petualangan tidak berubah menjadi bencana.(red.al)
Posting Komentar